Bab 469
Tuan besar mulai menyunggingkan senyuman dan berusaha berbicara satu kala, “Oke.”
“Kakek...” Carla tidak bisa menahan emosinya, ia menangis tcrisak–isak. “Kakck, Carla tidak mau digendong kakek lagi. Kakek cepat sembuh, Carla akan mengajak kakek makan bakpao babi.”
“Carla jangan menangis.” Carles menenangkan Carla, tetapi dirinya sendiri malah menangis, “Kakek, maafkan aku. Tidak seharusnya aku nakal, tidak scharusnya aku terus menerus membujuk kakek incncmani kami bermain. Kakek pasti kclclahan.”
“Kalian berdua ini kenapa?” Carlos bertindak sebagai kakak tertua menegur mcrcka keras, “Bukankah kita sudah sepakat sebclum kemari! Tidak bolch menangis, tidak bolclu menangis, Kenapa kalian tidak menurut?”
“Aku mana menangis, aku tidak menangis.’
Carles buru–buru menarik napas dalam dan mengatur kembali emosinya. Ia juga menggunakan cangan mungilnya menycka air mata.
Carla mengerucutkan bibir berusaha menahan air matanya agak tidak mengalir keluar.
Melihat anak–anak seperti ini, Sanjaya lekas menghibur anak–anak, “Sudah, sudah. Anak–anak, jangan ganggu kakek istirahat lagi. Kakek Sanjaya bawa kalian keluar dulu, oke?”
“Iya!” Ketiga anak incnganggukkan kepala dengan patuh.
“Pamitan dulu sama kakek.” Sanjaya mengingatkan mereka.
“Sampai jumpa, Kakek. Lain kali kami datang lagi menjengukmu dan membawakan bakpao babi untuk kakek.”
“Kakek harus segera seinbuh, ya. Aku menunggu kakek membawaku bermain sepak bola.”
“Sampai juinpa, Kakek...
Sanjaya membawa ketiga anak keluar dari kamar pasien, “Anak–anak, kalian istirahat dulu di ruang istirahat. Kakek pergi urus sesuatu dulu, nanti aku segera kembali mengantarkan kalian pulang
“Baik, Kakek.”
Ketiga anak menganggukkan kepala dengan patul
Beberapa perawat menjaga mereka, juga telah menyiapkan kue dan jus.
Sanjaya pergi mencari Danicl, mendiskusikan masalah Tuan besar. Baru saja tiba di pintu masuk ruangan kantor, Daniel tiba–tiba berjalan keluar. Ia menabrak Sanjaya dan hampir membuatnya jatuh ke lantai.
“Aduh....” Sanjaya ditabrak mengenai dinding. Ia memegang dadanya sambil berbicara dengan kesakitan, “Tuan, tulang tuaku hampir saja retak ditabrak olehmu.”
“Tidak perlu.” Sanjaya menyela ucapan bawahannya. “Aku akan membawa mereka ke kediaman Tuan besar. Minta mereka siapkan barang–barang kebutuhan anak.”
“Baik.” Bawahannya segera melaksanakan perintah.
Sanjaya kembali ke ruang istirahat. Ketiga anak itu sedang duduk di sofa dengan lesu, kue dan jus di hadapan mereka sama sekali tak disentuh.
“Kakek Sanjaya, apa kami sudah boleh pulang?” Melihat Sanjaya telah kembali, Carlos bergegas berdiri.
“Anak–anak, ada hal yang ingin kakek diskusikan dengan kalian.” Sanjaya berjongkok sambil berdiskusi dengan anak–anak, “Beberapa waktu ini, apa kalian mau tinggal di rumah kakek? Dengan begini, setelah kakek sembuh nanti, kakek akan dapat melihat kalian langsung.”
“Ini....” Carles dan Carla sama–sama menatap Carlos. Masalah seperti ini biasanya diputuskan oleh kakak tertua.
‘Aku harus tanya pada mami.” Carlos sangat dewasa, “Harus minta persetujuan dari mami dulu.”
Anak baik.” Sanjaya merangkul pundak Carlos, “Kalau begitu, kita keluar telepon mami, ya?”
Oke.”
Comments
The readers' comments on the novel: Tiga Harta Ayah Misterius Ternyata Seorang Bos Besar