Bab 1312 Kenal aku tidak?
Reva bertanya kepada Leopard tentang situasi di lantai sembilan.
Lantai sembilan adalah tempat pribadinya tuan muda Balti jadi tidak ada orang yang diizinkan naik kalau tidak ada undangan darinya.
Leopard bersahabat baik dengan tuan muda Balti dan juga dengan para pengawalnya. Oleh sebab itu dia bisa keluar masuk di lantai sembilan itu dengan leluasa.
Reva meraih Leopard kemudian menyuruhnya untuk membawanya ke lantai sembilan.
Nyawa Leopard ada di tangan Reva sekarang sehingga dia tidak berani untuk menolaknya. Dengan tak berdaya dia membawa Reva naik ke atas.
Di depan pintu masuk lift ada penjaganya namun mereka sama sekali tidak peduli ketika melihat Leopard sendiri yang membawa orang masuk.
Lift berjalan naik hingga ke lantai sembilan.
Di depan pintu masuk lantai sembilan tampak ada beberapa pria kekar yang sedang berjaga di
sini.
Saat melihat Leopard, mereka langsung menyapanya dengan senyuman.
Pada saat ini, tiba–tiba Leopard maju selangkah dan berteriak: “Hentikan dia!”
“Pria ini datang untuk mencari gara–gara!”
Leopard mengira bahwa dia bisa kabur dan melarikan diri dari Reva.
Namun, dia sudah meremehkan Reva.
Begitu dia melangkah, Reva langsung mencengkeram lehernya dan menariknya kembali ke sisinya.
Air muka Leopard langsung berubah drastis. Dia langsung berteriak. “Bro, tolong ampuni aku…”
Reva sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk bertele–tele lagi. Dia langsung menyabetnya dengan belatinya.
Leopard memegangi lehernya yang berdarah kemudian merosot ke lantai dengan perlahan dan ekspresinya tampak tidak puas.
Pada saat ini akhirnya si pria kekar itu tersadar kembali dari lamunannya.
Namun, Reva juga sudah menerjang maju. Belati di tangannya sudah berubah menjadi sabit maut
sehingga bisa memotong leher orang–orang ini dengan mudah.
Dan pada akhirnya tidak ada satu pun yang bisa bersuara lagi. Mereka semua ditaklukkan oleh Reva dan roboh ke lantai semua.
Setelah Reva selesai menangani orang–orang ini lalu dia berjalan maju dengan tenang.
Setelah melewati sebuah koridon tampak sebuah aula yang luas di depannya.
Di dalam aula, musik diputar dengan sangat kencang dan memekakkan telinga.
Reva menoleh dan melihat ada lusinan orang di dalamnya.
Di antara semua orang itu, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan setiap dari mereka itu terlihat hampir telanjang semua. Mereka semua melenggak lenggokkan tubuh mereka dengan gila sambil mengikuti alunan suara musik.
“Siapa yang menghentikan musiknya?
Ternyata ada seseorang yang memperhatikan Reva lalu pria itu menunjuk ke arah Reva dan memaki, “Sial, siapa kau?”
“Kau mau cari mati yah?”
“Apa kau tidak lihat kami sedang bersenang–senang dengan seru. Untuk apa kau menghentikan musiknya?”
Reva mengabaikannya. Dia langsung berjalan ke tengah aula dan menatap Gorban dengan lekat –
lekat.
“Kenal aku tidak?”
Tanya Reva.
Semua orang menatap Gorban. Tuan muda Balti mengernyitkan keningnya. “Gorban, ini temanmu?”
Gorban langsung mengibaskan tangannya. “Tuan muda Balti, aku tidak kenal dengannya.”
“Hei bocah sialan, siapa kau?”
Reva menatapnya lalu berkata dengan geram, “Aku sudah bilang, kembalikan adikku dan aku akan memberimu 100 juta dolar!”
“Tetapi kau menyuruhku untuk mencarimu!”
“Sekarang, aku sudah menemukanmu. Jadi sudah waktunya kita selesaikan masalah‘ di antara kita, kan?”
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat