Bab 1303 Benteng
Si pria berkata: “Kak Gorban sedang tidak ada di sini. Kenapa? Apa yang telah terjadi?”
Pria bertahi lalat itu menatap Reva.
Reva berkata dengan suara yang berat: “Ayo, nanti kita bicarakan di dalam saja.”
Beberapa orang itu tampak agak tertegun tetapi mereka tidak tahu identitas Reva.
Tetapi mereka mengira bahwa Reva adalah orang yang dibawa oleh si pria bertahi lalat jadi mereka tidak memedulikannya.
Bagaimanapun juga pria bertahi lalat itu telah bekerja sama dengan mereka selama bertahun-
tahun.
Semua orang kemudian berjalan masuk ke peternakan itu dan di sepanjang perjalanan itu Reva melihat ke sekelilingnya.
Tempat ini benar–benar tampak seperti peternakan yang sebenarnya dan tidak akan ada orang yang meragukannya.
Namun, siapa yang bisa menyangka bahwa ternyata tempat ini dijadikan benteng para pedagang manusia itu.
Begitu masuk ke dalam rumah, tampak ada enam dan tujuh pria yang berada di dalam tempat itu dengan bertelanjang dada dan minum bersama.
Di sebelahnya tampak beberapa wanita yang berpakaian minim dengan ekspresi wajah yang tampak panik.
Di kamar belakang terdengar jeritan wanita dan tawa seorang pria yang terus terdengar.
Sedangkan keenam atau tujuh pria ini seolah sama sekali tidak mendengar suara itu. Mereka benar–benar mengabaikan situasi di sekitar mereka.
Pintu salah satu kamar itu terbuka sedikit.
Reva melihat melalui celah pintu itu dan mendapati ada seorang pria di ruangan itu menekan seorang gadis yang ada di bawahnya dengan kasar.
yang sedang
Gadis itu berusaha keras untuk memberontak tetapi yang dia dapatkan justru beberapa tamparan keras dari pria tersebut dan dia bahkan dihajar dengan lebih kejam lagi.
Pria yang tadi membawa Reva dan yang lainnya masuk itu baru melihat dengan jelas kondisi si pria bertahi lalat itu.
Dia tampak terkejut: “Aduhh, si hitam, ada apa denganmu?”
“Kenapa kakimu patah?”
Si pria bertahi lalat itu tidak berbicara namun Reva sudah berjalan maju.
Dengan jarum perak di tangan kanannya, dia langsung menusukkannya kepada pria tersebut.
Pria itu langsung membeku di tempat lalu dengan perlahan dia merosot ke lantai.
Orang–orang yang minum di sana juga tidak peduli.
Reva berjalan mendekat lalu satu demi satu dari beberapa orang ini dia tusuk dengan jarum peraknya.
Pada akhirnya semua orang roboh dan merosot di lantai semua.
Pria bertahi lalat itu hanya bisa tercengang karena tidak tahu apa yang telah dilakukan oleh Reva.
Gadis yang ada di tempat tidur itu berjongkok di pojokan dinding dengan panik sambil menggenggam sepotong pakaian yang robek.
Reva menghela nafas lalu meraih kain seprai dan melemparkan kain itu kepadanya untuk menyelimuti tubuhnya.
Pada saat ini gadis itu baru merasa sedikit lebih aman namun dia masih saja meringkuk di pojokan.
Reva tidak peduli. Dia pergi ke kamar yang lainnya dan melakukan hal yang sama lagi. Dia memenggal kepala semua pria itu dan menyelamatkan gadis–gadis tersebut.
Pada akhirnya semua pria yang ada di ruangan itu dirobohkan olehnya dan terkapar di lantai
semua.
Pada saat ini semua gadis–gadis itu menatap Reva dengan penuh harapan di mata mereka seolah–olah mereka baru saja melihat penyelama mereka.
Reva membalikkan badannya dengan agak heran, “Kenapa semuanya orang
“Bukannya kau bilang, masih ada banyak anak–anak di sini?”
dewasa?”
Pria bertahi lalat itu berkata dengan suara kecil. “Bro, ini… ini hanya di ruangan depan saja. Tempat ini khusus digunakan untuk mengurung gadis–gadis ini.”
“Sedangkan anak–anak itu semuanya dikurung di ruangan belakang.”
“Kau juga tahu begitu mereka berhasil menangkap anak–anak tersebut, mereka akan langsung memotong tangan dan kaki merekat untuk mencegah mereka melarikan diri.”
“Tidak leluasa bagi mereka untuk melakukan hal ini di ruangan depan.”
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat